DPR: Pengadaan Barang dan Jasa seharusnya Diatur Undang-Undang
Internasional Business Integrity Conference (IBIC) 2016
Sudding menilai, Perpres tersebut masih mengandung kelemahan yang menyebabkan adanya potensi tindak pidana korupsi. Apalagi, menurut dia, sebanyak 90 persen perkara korupsi yang dihadapi aparat penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menyangkut pengadaan barang dan jasa.
Sudding menuturkan, DPR tidak bisa mengesahkan UU sendiri. Meski diberi kewenangan untuk membuat UU, lanjut Sudding, pemerintah perlu memberikan persetujuan saat mengesahkan UU tersebut.
"Ini juga salah satu masukan bahwa ada kasus korupsi di pengadaan barang dan jasa, perlu regulasi UU," kata Sudding.
"Ini harus diatur dalam UU supaya lebih transparan dan akuntabel," kata Sudding dalam acara Internasional Business Integrity Conference (IBIC) 2016 bertajuk "Korupsi, Bisnis, dan Politik: Tayangan Utama dan Solusi", Jakarta, Kamis (17/11/2016).
Perpres pengadaan barang dan jasa telah mengalami empat kali perubahan. Terakhir, Presiden Joko Widodo menandatangani Perpres Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 yang berlaku sejak 16 Januari 2015 lalu.
"Masih sering terjadinya kongkalikong sehingga terbukanya ruang penyalahgunaan kewenangan," ucap Sudding.
Sudding menuturkan, DPR tidak bisa mengesahkan UU sendiri. Meski diberi kewenangan untuk membuat UU, lanjut Sudding, pemerintah perlu memberikan persetujuan saat mengesahkan UU tersebut.
"Ini juga salah satu masukan bahwa ada kasus korupsi di pengadaan barang dan jasa, perlu regulasi UU," kata Sudding.
Sumber: Pengadaan Web.id

0 komentar